BANGGAI LAUT, TEROPONG BANGGAI - Angin Pantai Bontolan bertiup lembut pagi itu. Ombak kecil berdebur pelan di bibir pasir, seperti ikut menyambut keluarga besar BPD KKSS Banggai Laut yang perlahan-lahan mulai berdatangan. Tak ada dentuman musik, tak ada karpet merah. Tapi suasana terasa hangat, jauh ke dalam hati. Hari itu, 11 Mei 2025, bukan sekadar tentang acara pembubaran panitia Ramadhan. Ini adalah kisah tentang perjalanan bersama, kebersamaan yang dijaga, dan nilai-nilai luhur yang diwariskan dari tanah Bugis-Makassar ke tanah rantau.
Dalam sebulan penuh Ramadhan, para panitia telah bekerja tanpa henti, menyusun jadwal imam dan penceramah, mengatur buka puasa bersama, hingga menggalang bantuan sosial. Mereka bukan pegawai. Tak ada gaji. Hanya satu yang menyatukan, niat ikhlas dan rasa tanggung jawab terhadap komunitas.
Ketua Panitia Ramadhan, H. Mohamadong Dg. Mangawi, S.Pd., MM., berdiri di depan forum kecil itu, matanya memandang satu per satu wajah yang sudah tidak asing. Ia tahu, di balik wajah-wajah itu ada cerita tentang waktu yang dikorbankan, tenaga yang dicurahkan, bahkan masalah pribadi yang ditunda demi melayani ummat.
“Terima kasih bukan kata yang cukup. Tapi biarkan pagi ini menjadi saksi bahwa kita pernah berdiri di tempat yang sama, memikul amanah yang sama. Kalian luar biasa,” katanya, dengan suara yang tertahan.
Di tengah suasana haru, ada ketenangan yang mendalam. Siri’ na pacce, nilai khas KKSS tentang harga diri dan empati, bukan sekadar kata-kata di bibir mereka. Ia menjelma dalam bentuk kerja nyata, dalam rasa malu jika tidak ambil bagian, dalam keengganan untuk membiarkan saudara bekerja sendirian.
Ketua Umum BPD KKSS Banggai Laut, Alwi Dg. Liwang, SH., MM., dalam sambutannya menekankan bahwa kekuatan komunitas ini bukan terletak pada struktur atau jabatan, tapi pada rasa memiliki dan semangat kebersamaan yang mengikat hati.
“Panitia ini hanya sementara. Tapi rasa saling percaya yang kita bangun, semangat untuk saling bantu, dan warisan budaya kita itu yang abadi. Ini bukan akhir, tapi fondasi untuk langkah kita berikutnya,” ujar Alwi.
Tak sedikit panitia yang datang bersama keluarga. Anak-anak mereka bermain di pasir, sementara para orang tua duduk dan berbagi cerita. Sesekali terdengar gelak tawa, kadang diselingi keheningan yang membawa ingatan pada malam-malam Ramadhan yang begitu padat tapi penuh cahaya.
Tak ada yang menginginkan pembubaran panitia dengan kesedihan. Karena justru di ujung inilah puncak kebersamaan terasa utuh. Acara ditutup dengan makan bersama yang disiapkan secara gotong royong, masakan rumah, ikan bakar, sambal dabu-dabu, dan nasi hangat yang dibagikan dari satu piring ke piring lain, tanpa sekat dan tanpa gengsi.
Sebelum pulang, satu demi satu saling bersalaman, berpelukan. Beberapa bahkan berjanji untuk tetap menjalin komunikasi, untuk terus melibatkan diri dalam kegiatan berikutnya.
Pagi itu, Pantai Bontolan tak hanya menjadi lokasi kegiatan. Ia menjadi saksi diam dari semangat yang tak pernah padam, bahwa di tanah rantau, KKSS tetap membawa rumah dalam dada mereka. Bahwa di tengah dunia yang sibuk dan sering kali individualistis, mereka masih percaya pada nilai "Jika satu sakit, semua merasa. Jika satu bangkit, semua menopang."
Karena selama kebersamaan masih menjadi bahasa yang mereka pahami bersama, komunitas ini akan terus kuat. Dan dari tepian pantai yang sunyi itu, semangat Ramadhan akan terus bergema, jauh melampaui waktu dan gelombang. *Aan/R.Hs